Oleh: DEDI KURDIANTO
ABSTRAK
Beras merupakan
komoditas strategis dan bahkan politis karena tidak bisa tidak harus selalu
tersedia dan tidak boleh kekurangan hal ini disebabkan komoditi beras sebagai
bahan pangan utama bangsa Indonesia. Luas areal panen dan produktifitas tanaman
merupakan faktor utama peningkatan produksi padi nasional. Beberapa tahun
terakhir pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk, karena lahan pertanian sawah telah dialih
fungsikan ke non pertanian dan perkebunan terutama tanaman kelapa sawit.
Sehingga pada daerah yang selama ini merupakan sentra produksi beras terus
menurun, seiring dengan terjadinya alih fungsi lahan. Terjadinya alih fungsi
lahan sawah ke tanaman kelapa sawit disebabkan oleh : pendapatan usaha tani
lebih tinggi, resiko usaha tani lebih rendah, nilai jual/anggunan lebih tinggi,
biaya produksi lebih rendah, ketersediaan air, teknologi budidaya dan
dampak yang dihadapi produksi beras menurun, konversi lahan menurun dan
produktifitas lahan menurun. Upaya yang harus ditempu untuk menekan laju alih
fungsi lahan adalah peran penyuluh ditingkatkan, adanya subsidi pemerintah dan
upaya pelarangan oleh pemerintah dengan diberlakukanya UU No.41 Tahun 2009.
Kata kunci : Alih fungsi, Lahan,
Sawah, Kelapa Sawit.
BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa
Indonesia merupakan Bangsa yang sangat menikmati komoditi beras sebagai bahan
pangan utamanya. Oleh karenanya beras merupakan komoditi strategis dan bahkan
politis untuk tidak bisa tidak harus selalu tersedia dan tidak boleh
kekurangan.
Dalam
pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi
strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup
rakyat Indonesia. Selain lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan
beras sebagai makanan pokoknya, beras juga menjadi industri yang strategis bagi
perekonomian nasional.
Luas areal
panen merupakan salah satu determinan utama peningkatan produksi padi nasional
di samping tingkat produktifitas tanaman. Pertumbuhan luas areal menjadi
masalah yang sangat serius karena bersaing dengan pertumbuhan jumlah penduduk
yang tinggi, indusrialisasi dan pembanguan infrastruktur publik. Faktor-faktor
tersebut telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Pada lahan
pertanian secara umum terjadinya koversi lahan sawah dan alih fungsi lahan
sawah menjadi lahan perkebunan, sehingga lahan pertanian sawah yang tersedia
baik lahan yang sudah ada maupun percetakan lahan sawah baru tidak sebanding
dengan dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan banyak lahan sawah
yang ada dialihfungsikan menjadi tamanan perkebunan kelapa sawit yang
menyebabkan produksi beras nasional terus menurun seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk.
BAB II
PENYEBAB DAN
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN
2.1. Penyebab
2.1.1. Pendapatan usaha tani
Pada usaha tani
tanaman padi pendapatan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan usaha
tani kelapa sawit. Produktifitas tanaman padi hanya 3.74 ton/Ha (BPS, 2007),
sedangkan biaya yang dibutuhkan dalam pengelooan tananman tersebut dibutuhkan
biaya yang sangat tinggi sehingga pendapat yang diperoleh sangat rendah. Juga
dipengaruhi oleh harga yang sangat rendah dan berfluktuatif. Berbeda dengan
kelapa sawit, produktifitas kelapa sawit cukup tinggi yaitu 24 ton/Ha/tahun
(Yan Fauzi,2005). Sedangkan biaya yang dibutuhkan cukup rendah.
2.1.2. Resiko usaha tani
Usaha tani
tanaman padi sangat rentan terhadap kegagalan panen atau fuso hal ini dapat
disebabkan oleh hama dan penyakit juga factor alam. Pada beberapa tempat
serangan yang paling berat diantaranya serangan hama tikus, serangan hama
wereng dan penyakit tunggro dimana serangan tersebut kadang kala tidak bisa
dikendalikan lagi sehingga bukan mendapat keuntungan malah kerugian yang
diterima. Sedangkan pada tanaman kelapa sawit resiko kegagalan panen dan harga
relatip stabil sehingga resiko yang dihadapi petani kelapa sawit tersebut
sangat kecil.
2.1.3. Nilai jual /nilai anggunan
Pada lahan dan
usaha tanaman padi nilai jual atau anggunan untuk mendapatkan kredit cukup
sulit dan kredit yang didapat relatip kecil hal ini disebabkan pada usaha tani
padi nilai kredit hanya dilihat dari nilai jual lahan sedangkan usaha taninya
tidak berpengaruh terhadap nilai kredit. Sedangkan usaha tani tanaman kelapa
sawit nilai kredit yang didapat cukup tinggi hal ini disebabkan ada usaha tani
tanaman kelapa sawit nilai jual lahan dan nilai tanaman dapat mempengaruhi nilai
kredit yang didapat karena produktifitas hasil dan harga TBS (tandan buah
segar) relatip stabil.
2.1.4. Biaya produksi
Usaha tani padi
sawah membutuhkan biaya yang cukup besar, dimana kebutuhan akan sarana produksi
(pupuk, pestisida) dan biaya tenaga kerja sangat tinggi. Sedangkan pada usaha
tanaman kelapa sawit biaya yang cukup besar hanya dibutuhkan pada saat awal
pelaksanaan budidaya usaha tani, selanjutnya setelah produksi biaya yang
dibutuhkan cukup rendah.
2.1.5. Ketersediaan air
Pada berbagai
daerah yang selama ini merupakan sentra produksi beras, lahan sawah para petani
telah banyak dialih fungsikan dikarenakan areal persawahan sudah sulit
mendapatkan air. Hal ini disebabkan oleh telah banyaknya saluran-saluran air
irigasi yang rusak dan telah berkurangnya perhatian pemerintah terhadap sector
pertanian khususnya penanganan sarana irigasi dan partisipasi masyarakat dalam
menjaga saluran irigasi yang telah ada sudah berkurang. Pada areal yang
berpotensi di cetak menjadi lahan sawah ataupun lahan sawah yang ada jauh dari
saluran pintu-pintu utama saluran irigasi sehingga akibat pemakaian dan
pengaturan air yang sembarangan menyebabkan pada sawah-sawah hilir tidak
mendapatkan pasokan air yang memadai.
2.1.6. Teknologi budidaya
Pada masyarakat
yang kurang mengerti teknologi pertanian cendrung pada lahan sawah hanya
menaman tanaman padi ataupun hanya sebagian petani yang menanam tanaman
palawija. Dengan keterbatasan mereka pada teknologi, lahan sawah yang mestinya
bisa dibudidayakan berbagai macam tanaman semusim yang mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi pada akhirnya mencari jenis tanaman yang yang secara teknologi
ataupun resiko yang rendah mereka mengalih funsikan lahan mereka.
Dengan
kemampuan petani yang ada hal ini dimungkin diberikan informasi mengenai
budidaya berbagai jenis tananam sehingga musim tanam tidak hanya pada tanaman
padi akan tetapi lahan pertanian dapat ditanamai dengan tanaman yang memberikan
nilai ekonomis yang cukup tinggi dan tidak mempengaruhi keadaan lahan tersebut.
Adanya tumpang gilir tanaman hal ini juga dapat memutus siklus hama dan
penyakit.
2.2. Dampak
2.2.1. Produksi beras menurun
Sebagai Negara
produsen beras terbesar ke tiga di Dunia, Indonesia seharusnya mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi domestiknya (USDA, 2007).mengingat beras merupakan bahan
makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk yang memenuhi lebih dari 50 persen
total kebutuhan kalori per hari. Adapun usaha pemenuhan kebutuhan
konsumsi selama ini ditempuh oleh pemerintah melalui dua cara yaitu melalui
peningkatan produksi domestic dan melakukan impor. Pemenuhan dari produksi
domestic telah dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai kebijakan,
tetapi hasilnya masih kurang maksimal.
Kebijakan
perberasan di Indonesia meliputi kebijakan produksi, distribusi, impor dan
pengendalian harga domestic dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional.
Dengan berbagai kebijakan diantaranya Bimbingan Masal (Bimas) tahun1965,
Intensifikasi Khusus (Insus) tahun1979 dan Supra Insus tahun 1987 sehingg pada
tahun 1984 dapat menghantarkan Indonesia swasembada beras. Namun kondisi
tersebut hanya berlangsung sementara karena setelah itu Indonesia harus
mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhannya.
Penurunan produksi disebabkan oleh
penggunaan input yang kurang berkualitas, masih rendahnya rendemen beras,
teknologi pasca panen yang kurang tepat, degradasi kualitas lahan
dan penurunan luas panen akibat konversi atau alih fungsi lahan.
2.2.2. Konversi lahan bernilai
negatif
Beberapa
kelemahan yang harus diperbaiki dalam pembangunan pertanian Indonesia antara
lain penguasaan lahan yang cukup sempit menyebabkan pendapatan petani tidak
mencukupi kebutuhan hidup jika dari usaha taninya. Karena itu Sebagian petani
padi selain menjadi produsen juga menjadi net consumer beras. Sempitnya
penguasaan lahan dikarenakan sistem warisan yang turun temurun. System warisan
yang membagi rata lahan pertanian kepada turunan menyebabkan terjadinya
fragmentasi lahan yang akhirnya mendorong terjadinya konversi lahan dengan
alasan ekonomi.
Walaupun masih
tetap ditanami padi akan tetapi hasil yang didapat tidak bisa menopang ekonomi
mereka bahkan sampai tidak bisa memenuhi kebutuhan akan pangan keluarga petani
itu sendiri. Lahan sawah tersebut dialih fungsikan menjadi lahan untuk budidaya
tanaman kelapa sawit agar lebih mudah dalam perawatan dan dapat dijadikan usaha
sampingan. Dengan terjadinya lahan sawah dialih fungsikan menjadi lahan non
pertanian ataupun beralih ketanaman kelapa sawit maka akan terjadinya penurunan
atau berkurangnya areal persawahan dengan kata lain akan terjadinya penyempitan
lahan pertanian sawah. Walaupun adanya upaya pemerintah mencetak areal
persawahan baru akan tetapi usaha tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan
jumlah penduduk yang sangat pesat dimana membutuhkan bahan pangan beras
sangat tinggi dikarenakan pola konsumsi penduduk Indonesia sebagian besar besar
merupakan bahan pangan utama. Kalau hal ini terjadi secara terus menerus tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa kita akan kekurang lahan pertanian sawah.
2.2.3. Produktifitas lahan
menurun
Pada lahan yang
sudah ditanami kelapa sawit membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk
mengembalikan ke produktifitas lahan seperti semula. Baik untuk pertanian sawah
maupun jenis tanaman palawija dan hortikultura ataupun jenis tanaman lainnya.
Secara ekonomis memang budidaya tanaman kelapa sawit memang sangat
menguntungkan akan tetapi hal tersebut hanya pada jangka pendek dimana kelapa
sawit hanya mampu menghasil yang optimal sampai pada umur 15 tahun.
Setelah itu
lahan bekas tanaman kelapa sawit sudah tidak memungkin untuk diolah menjadi
lahan yang produktif atau tidak bisa dikembalikan ke lahan pertanian sawah.
Karena lahan tersebut baik secara struktur tanah sudah rusak maupun kandungan
unsur haranya sudah menjadi tanah gersang, hal ini juga dipengaruhi oleh system
perakaran serabut pada tanaman kelapa sawit. walaupun masih bisa
dikembalikan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan biaya sangat tinggi.
BAB III
PEMBAHASAN
Booming alih
fungsi lahan pertanian sawah menjadi lahan perkebunan menjadi tren di kalangan
petani. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena menjadi petani perkebunan,
khususnya kelapa sawit sangat menjanjikan sekali. Setiap saat harga Tandan Buah
Segar (TBS) terus naik, kondisi ini tentunya sangat menguntungkan petani.
Persoalan tidak hanya di situ. Mahalnya harga pupuk dan serangan hama penyakit
terhadap sawah petani juga menjadi pemicu semakin sengsaranya masyarakat
petani. Serta pada saat panen harga dipasaran menjadi rendah. Padahal
suatu ketika dulu merupakan sektor unggulan. Agar pengalih fungsi lahan dapat
dikurangi atau ditekan dengan berbagai cara diantaranya;
3.1. Peran Penyuluh
Keberadaan
Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorlu) sangat diperlukan sekali, karena akan bisa
memberikan pendampingan kepada petani pertanian khususnya petani sawah sehingga
upaya alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi lahan perkebunan bisa ditekan
semaksimal mungkin. Banyaknya terjadi alih fungsi lahan saat ini karena
minimnya penyuluh yang memberikan pemahaman kepada petani arti pentingnya lahan
pertaniaan. Hal ini juga dipengaruhi oleh para penyuluh pertanian sudah banyak
ditarik menjadi tenaga teknis di berbagai instansi pemerintah. Ini terjadi
sejak banyaknya pembentukan kabupaten/kota baru.
Terjadinya degradasi
lahan pertanian, membuat masyarakat tani sekarang tergiur mengalih funsikan
lahan pertaniannya menjadi perkebunan, jika ini terus dibiarkan akan
menimbulkan dampak negate pada produksi perberasan baik daerah maupun secara
nasional.
Masyarakat miskin yang ada di daerah
manyoritas adalah mereka yang berkecimpung di bidang pertanian, mereka banyak
yang tidak paham abagaimana meningkatkan produksi pertaniannya dan masih banyak
diantara mereka yang masih petani tradisional. Padahal dengan teknologi yang ada
masa tanam tersebut bisa bisa ditingkatkan menjadi dua atau tiga kali setahun.
Di sinilah
peran penyuluh, sayang sampai saat ini mereka tidak diperhatikan. Sudah saatnya
pemerintah daerah khususnya memperhatikan, baik itu penyuluh pertanian,
perikanan, kehutanan dan sebagainya. Dari tangan penyuluhlah akan bisa membantu
para petani khususnya dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup yang lebih
baik.
3.2. Subsidi petani
Terjadinya alih
fungsi lahan pertanian ke perkebunan yang dilakukan para petani sebenarnya bisa
dimaklumi, selain karena kondisi lebih menguntungkan juga dikarenakan kondisi
lahan lahan yang ada kurang cocok untuk lahan pertanian. Pada lahan yang memang
cocok untuk tanaman padi atau bahkan menjadi kawasan sentra produksi beras,
lahan tersebutlah yang mestinya harus dijaga agar tidak terjadi alih fungsi
lahan.
Pemerintah
harus turun tangan setidaknya dengan melakukan subsidi kepada petani. Harga
sarana produksi seperti pupuk dan pestisida sangat mahal, mereka bekerja keras
sementara hasil gabah mereka jual dengan harga murah di pasaran. Di sisi lain
hasil produksi tanaman perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan dan
harga jual yang stabil mekipun pemerintah tidak ikut campur dalam hal
pemasaran. Subsidi yang dilakukan pemerintah adalah dengan membeli hasil
produksi pertanian tanaman pangan dengan harga mahal dari petani dan kemudian
dijual dengan harga murah. Jika pemerintah ikut campur tangan dalam hal
pemasaran hasil pertanian petani, maka alih fungsi lahan khususnya lahan-lahan
yang cocok untuk pertanian tidak akan dilakukan petani.
3.3. Dilarang
Larangan alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan dan sebagainya telah
dikeluarkan oleh pemerintah. Melalui Undang-undang (UU) 41 tahun 2009,
pemerintah telah mengeluarakan aturan, setiap pelaku baik petani, pejabat
maupun badan usaha melakukan alih fungsi lahan akan dikenakan hukuman pidana
dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kebijakan ini dibuat untuk
mempertahankan kelangsungan produksi pertanian di Indonesia, terlebih lagi
ancaman alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan sudah tidak terkendali.
Walaupun belum adanya data berapa luas lahan produktif beralih fungsi
menjadi kawasan perkebunan. Laju alih fungsi ini harus segera dihentikan, jika
tidak ancaman rawan pangan bakal terjadi.
Dalam UU 41
tahun 2009 dikatakan, bagi perseorangan yang melakukan tindakan alih fungsi
lahan akan dikenakan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp 1 milyar. Dan bagi perseorangan yang tidak melakukan kewajiban
mengembalikan keadaan lahan pertanian pangan bekelanjutan ke keadaan semula
dikenakan hukuman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak
Rp 3 milyar. Dan apabila perbuatan tersebut diatas pelakunya pejabat
pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Pemerintah
daerah baik propinsi, kabupaten/kota diberi tenggak waktu dua tahun untuk
menetapkan lahan pertanian bekelanjutan. Artinya, masing-masing daerah
diberi tenggak dua tahun untuk membuat perda kawasan lahan pertanian
berkelanjutan. Lahan inilah nantinya jika dialih fungsikan pelakunya akan
dikenakan sanksi sesuai aturan yang ada. Jual beli lahan pertanian tetap diperbolehkan,
akan tetapi pembelinya tidak diperkenankan untuk melakukan alih fungsi lahan
tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Petani
akan mengalih fungsikan lahan pertanian sawah ke lahan perkebunan diantaranya
disebabkan oleh : pendapatan usaha tani sawit lebih tinggi, resiko usaha tani
kelapa sawit lebih rendah, nilai jual/anggunan kebun kelapa sawit nilanya lebih
tinggi, biaya produksi padi lebih tinggi, ketersedian air pada lahan sawah
sudah sulit, teknologi budidaya sawit lebih mudah dipahami dan dilaksanakan.
2. Akibat
atau dampak yang ditimbulkan alih funsi lahan adalah produksi beras menurun,
konversi lahan negative atau tidak sebanding lahan yang tersedia baik yang
telah ada maupun cetak baru terhadap jumlah penduduk dan produktifitas lahan
menurun dimana bekas lahan yang telah ditanami sawit diperlukan waktu yang
sangat panjang untuk bisa diolah kembali menjadi lahan produktif.
3. Untuk
menekan laju alih fungsi lahan perlu dilakukan peningkatan peran penyuluh,
subsidi pemerintah, dan adanya upaya pelarang oleh pemerintah dalam pengalih
fungsi lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus.M., Lukman.M.B. dan
Purdiyanti.P. 2008. Swasembada Beras Dari Masa ke Masa. IPB. Bogor.
Tunggal.H.S.2010. Undang-Undang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Undang-Undang RI.No 41 tahun
2009). Harvarindo. Jakarta.
Fauzi.Y.,Yutiana.E.W.,Imam.S.,Rudi.H.2005.
Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Najiyati.S dan Danarti.2007. Petunjuk
Mengairidan Menyirami Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suherman.RD.M., Analisis Alih
Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya terhadap Produksi Padi, Jagung dan
Kedelai di Propinsi Daerah Istimewa Yogakarta. http://arc.ugm..ac.id. UGM.
Himatullah, Sawijo dan Nata
Suharto.2002. Potensi dan Kendala Pengembangan Sumber Daya Alam Untuk
Pencetakan Sawah Irigasi di luar Jawa.
http://www.Pustaka. Deptan.go.id.
Iqbal M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi
Pengembalian Alih Fungi Lahan Pertaniaa Bertumbuh Pada Partisipasi Masyarakat.
http://pse.litbang. deptan.go Pustaka. deptan.go.id.
Kompas. 2008. Lahan Pertanian Terus
Menyusut. http:// els.Pabpenas. go. Id.