Oleh Dr. Elfis, M.Si. (elfisuir@ymail.com) Posting 02 Juni 2010
Gambut adalah bahan tanah yang tidak mudah lapuk, terdiri
dari bahan organik yang sebagian besar belum terdekomposisi atau sedikit
terdekomposisi serta terakumulasi pada keadaan kelembaban yang berlebihan.
Berdasarkan kandungan bahan organik, dikenal dua golongan tanah yaitu tanah
mineral yang mengandung bahan organik berkisar antara 15 % sampai dengan 20 %
dan tanah organik yang mengandung bahan organik berkisar antara 20 % sampai
dengan 25 % bahkan kadang-kadang sampai 90 % mengandung bahan organik (Buckman
dan Brady, 1982).
Asian Wetland Beraue dan Ditjen PHPA (1993) dalam Koesmawadi
(1996) mengemukakan bahwa hutan rawa gambut merupakan statu ekosistem yang unik
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(a) selalu tergenang
air,
(b) komposisi jenis pon
beraneka ragam, mulai dari tegakan sejenis seperti jenis Calophyllum inophyllum
Mix. Sampai tegakan campuran,
(c) terdapat lapisan
gambut pada lantai hutan,
(d) mempunyai perakaran
yang khas, dan
(e) dapat tumbuh pada tanah yang bersifat
masam.
Tanah gambut, merupakan tanah yang tersusun dari bahan
organik, baik dengan ketebalan bahan organik lebih dari 45 cm ataupun terdapat
secara berlapis bersama taah mineral pada ketebalan penampang 80 cm serta
mempunyai tebal lapisan bahan organik lebih dari 50 cm (Suhardjo, 1983). Tanah
gambut tersebut pada umumnya mengandung lebih dari 60 % bahan organik
(Driessen, 1977). Tanah gambut atau tanah organik dimaksud dikenal juga sebagai
tanah organosol atau histosol (Suhardjo, 1983).
Menurut sistem kalsifikasi taksonomi tanah (USDA, 1975)
tanah gambut termasuk kedalam ordo histosol, yaitu tanah dengan kandungan bahan
organik lebih dari 20 % tekstur pasir atau lebih dari 30 % tekstur liat.
Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40
cm. Menurut sistem klasifikasi tersebut, ordo histosol berdasarkan bahan asal
dan tingkat perombakannya dibedakan menjadi empat sub-ordo, yaitu folist,
fibrist, hemist dan saprist. Sub-ordo tersebut berdasarkan kandungan atau
ketebalan bahan penciri dan temperaturnya dibedakan menjadi beberapa kelompok
besar. Untuk daerah tropika nama-nama kelompok besar antara lain : tropofolist,
tropofibrist, tropohemist dan troposaprist. Kelompok besar ini secara umum
mempunyai perbedaan temperatur rata-rata musim panas dan dingin kurang dari 50
C.
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan
sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
(1) Gambut endapan;
Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
Karena itu umumnya terdapat jelas di profil bagian bawah.
Meskipun demikian, kadang-kadang tercampur dengan tipe gambut lainnya jika
lebih dekat dengan permukaan. Gambut ini berciri kompak dan kenyal serta
bewarna hijau tua jika masih dalam keadaan aslinya. Kalau kering gambut ini
menyerap air sangat lambat dan bertahan tetap dalam keadaan sangat keras dan
bergumpal. Gambut ini tidak dikehendaki, karena sifat fisiknya yang tidak cocok
untuk pertumbuhan tanaman.
(2) Gambut berserat;
Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi.
Gambut berserat mungkin terdapat dipermukaan timbunan bahan
organik yang belum terdekomposisi, sebagian atau seluruhnya terdapat dalam
profil bawah, biasanya terlihat di atas endapan.
(3) Gambut kayuan;
Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Gambut ini bewarna coklat atau hitam jika basah, sesuai
dengan sifat humifikasinya. Kemampuan mengikat air rendah, oleh karena itu
gambut kayuan kurang sesuai digunakan untuk persemaian.
Menurut Darmawijaya (180) berdasarkan faktor
pembentukannya, gambut digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :
(1) Gambut ombrogen;
Gambut ombrogen terbentuk karena pengaruh curah hujan yang tinggi, dengan air
yang tergenang, tanpa perbedaan musim yang mencolok dan pada daerah tropika
yang lebat dengan curah hujan lebih dari 3000 mm tiap tahun. Bersifat sangat
masam dengan pH 3,0 – 4,5.
(2) Gambut topogen; Gambut
topogen terbentuk karena pengaruh topografi, berasal dari tanaman paku-pakuan
dan semak belukar dan mempunyai pH yang relatif tinggi.
(3) Gambut pegunungan; Gambut ini terbentuk karena ketinggian tempat gambut, di daerah katulistiwa hanya terbentuk di daerah pegunungan dan iklimnya menyerupai iklim di daerh sedang dengan vegetasi utamanya Sphagnum.
(3) Gambut pegunungan; Gambut ini terbentuk karena ketinggian tempat gambut, di daerah katulistiwa hanya terbentuk di daerah pegunungan dan iklimnya menyerupai iklim di daerh sedang dengan vegetasi utamanya Sphagnum.
Bahan organik pada tanah gambut dibedakan atas tiga macam
(Rosmarkam et al., 1988) yaitu :
(1) Fibric yang tingkat
dekomposisinya masih rendah, sehingga masih banyak mengandung serabut, berat
jenis sangat rendah (kurang dari 0,1), kadar air banyak, berwarna kuning sampai
pucat.
(2) Hemic merupakan
peralihan dengan tingkat dekomposisi sedang, masih banyak mengandung serabut,
berat jenis antara 0,07 – 0,18, kadar air banyak, berwarna coklat muda sampai
coklat tua.
(3) Sapric yang
dekomposisinya paling lanjut, kurang mengandung serabut, berat jenis 0,2 atau
lebih, kadar air tidak terlalu banyak dengan warna hitam dan coklat kelam.
Tanah gambut di Indonesia sangat bervariasi tingkat kesuburannya. Gambut pantai umumnya merupakan gambut topogenous atau mesogenous, sebagian besar tergolong kedalam eutropik atau mesogenous, karena memperoleh tambahan unsur lain dari luar yaitu yang dibawa air pasang. Sedangkan gambut pedalaman pada umumnya merupakan gambut ombrogenous atau mesogenous yang termasuk kedalam oligotropik (Polak, 1975).
Tanah gambut di Indonesia sangat bervariasi tingkat kesuburannya. Gambut pantai umumnya merupakan gambut topogenous atau mesogenous, sebagian besar tergolong kedalam eutropik atau mesogenous, karena memperoleh tambahan unsur lain dari luar yaitu yang dibawa air pasang. Sedangkan gambut pedalaman pada umumnya merupakan gambut ombrogenous atau mesogenous yang termasuk kedalam oligotropik (Polak, 1975).
Kualitas tanah gambut sangat tergantung pada vegetasi yang
menghasilkan bahan organik pembentuk tanah gambut, bahan mineral yang berada di
dawahnya, faktor lingkungan tempat terbentuknya tanah gambut dan proses
pembentukan tanahnya. Vegetasi bahan pembentuk tanah gambut dipengaruhi oleh
keadaan iklim, kualitas dan tata air tempat pembentukannya. Di daerah dataran
tinggi dengan suhu yang dingin bahan organik yang terbentuk lebih halus dan
mudah melapuk daripada di dataran rendah atau pantai. Vegetasi rawa atau air
semula berupa rumput-rumputan yang membentuk bahan organik lebih dahulu di
lapisan bawah, untuk kemudian ditimbun oleh bahan vegetasi yang lebih besar di
atasnya.
Oleh karena itu, tanah gambut mempunyai lapisan-lapisan
dengan perbedaan kualitas karena vegetasi yang memberikan bahan organik berbeda
(Suhardjo, 1983).
Selanjutnya Suhardjo (983) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik tanah gambut ditentukan oleh tingkat dekomposisi atau kematangan bahan organik pembentuk gambut. Tingkat kematangan gambut ini dicirikan oleh kandungan serat bahan organik tersebut. Yang dimaksud serat adalah potongan atau kepingan jaringan tumbuhan yang tertahan oleh jaring dengan ukuran mesh 100, tidak termasuk akar hidup dan struktur jaringannya masih dapat dikenali. Fibric adalah tingkat gambut yang dekomposisinya rendah, duapertiga volumenya terisi serat. Tingkat kematangan hemic sedang dengan kandungan seratnya sepertiga sampai duapertiga volumenya. Sapric adalah bahan organik yang paling lapuk, kurang dari sepertiga volumenya masih berupa serat.
Selanjutnya Suhardjo (983) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik tanah gambut ditentukan oleh tingkat dekomposisi atau kematangan bahan organik pembentuk gambut. Tingkat kematangan gambut ini dicirikan oleh kandungan serat bahan organik tersebut. Yang dimaksud serat adalah potongan atau kepingan jaringan tumbuhan yang tertahan oleh jaring dengan ukuran mesh 100, tidak termasuk akar hidup dan struktur jaringannya masih dapat dikenali. Fibric adalah tingkat gambut yang dekomposisinya rendah, duapertiga volumenya terisi serat. Tingkat kematangan hemic sedang dengan kandungan seratnya sepertiga sampai duapertiga volumenya. Sapric adalah bahan organik yang paling lapuk, kurang dari sepertiga volumenya masih berupa serat.
Jumlah, bentuk dan ukuran serat menentukan jumlah dan
sebaran ukuran pori. Ruang pori total (RPT) ditentukan oleh bobot, isi dan
bobot jenis rata-rata (average specifik density) gambut, sedang sebaran ukuran
pori dipengaruhi oleh
sebaran fraksi/serat dan struktur. Jumlah dan sebaran ukuran pori menentukan sifat-sifat retensi air, daya simpan air dan daya hantar hidrolik (Adhi, 1984).
sebaran fraksi/serat dan struktur. Jumlah dan sebaran ukuran pori menentukan sifat-sifat retensi air, daya simpan air dan daya hantar hidrolik (Adhi, 1984).
Susunan kimia dan kesuburan tanah gambut ditentukan oleh
ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangan lapisan-lapisannya, keadaan
tanah mineral di bawah lapisan gambut serta kualitas air sungai atau air pasang
yang mempengaruhi lahan gambut dalam proses pembentukan dan pematangannya
(Adhi, 1986). Sifat kimia tanah gambut dicirikan dengan nilai pH dan
ketersediaan unsur nitrogen, fosfor dan kalium rendah, kejenuhan kalsium dan
magnesium yang rendah, diikuti dengan pertukaran Al, Fe yang cukup tinggi
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Hakim, 1986).
Gambut yang dipengaruhi air sungai, payau atau air laut
lebih kaya unsur hara dibandingkan dengan gambut yang hanya tergantung air
hujan saja. Kualitas air mempengaruhi kesuburan gambut yang terbentuk.
Sedangkan tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh kandungan N, K2O,
P2O5, CaO dan kadar abu. Semakin tinggi nilai-nilai tersebut semakin tinggi
kesuburannya (Fleischer dalam Supraptohardjo, 1974).
Menurut Hakim (1986) berdasarkan nilai-nilai tersebut menggolongkan kesuburan tanah gambut menjadi tiga yaitu :
Menurut Hakim (1986) berdasarkan nilai-nilai tersebut menggolongkan kesuburan tanah gambut menjadi tiga yaitu :
(1) Gambut eutropik
yang subur
(2) Gambut mesotropik
dengan kesuburan sedang
(3) Gambut oligotropik
dengan kesuburan rendah
Lokasi HPH PT. Yos Raya Timber didominasi oleh gambut
ombrogen oligotropik, yaitu gambut yang miskin dengan sumber penggenangan air
hujan. Pada gambut ombrogen semakin ke arah tengah lahan gambut terjadi
penurunan tingkat kandungan hara. Kecendrungan semakin menurunya kesuburan
tanah dicirikan oleh menurunya tinggi tajuk vegetasi hutan, menurunya bahan
kering per satuan luas, menebalnya daun serta menurunnya rata-rata diameter
pohon. Ketidakmampuan pohon-pohon tumbuh optimal dibagian tengah gambut karena
keadaannya yang sangat ekstrim, khusunya pH dan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman (Anwar et al., 1984). Sebagai akibat dari keadaan di atas, formasi
hutan gambut ombrogen sering memiliki variasi lokal sebagai phasic communities
(Anderson, 1961).
Menurut Rose dalam (Mile, 1997), hutan-hutan tropika basah
yang tergolong ke dalam hutan tropika basah dataran rendah (lowland tropical
rain forest) dan tinggi (higland tropical rain forest) sebagian besar tumbuh
pada tanah yang tergolong marginal. Menurut Prichet (1979), hutan alam tersebut
dapat tumbuh dengan baik dan lestari pada tanah yang berpelapukan lanjut karena
memiliki sistem perputaran hara tertutup (closed system nutrients cycling) yang
terjaga dengan baik. Jordan (1985) menyatakan, bahwa hal ini dimungkinkan
karena kondisi hutan alam yang multi strata baik tajuk maupun sistem perakaran
serta kondisi iklim (terutama curah hujan dan temperatur) yang dapat mendukung
terjadinya pengembalian hara yang cepat serta pemanfaatannya secara efesien.
Selanjutnya Prichet (1979) menyatakan bahwa kemampuan hutan
tropika basah Indonesia bukan disebabkan oleh kesuburan tanahnya, melainkan
semata disebabkan oleh adanya siklus hara yang ketat dan tertutup yang mampu
menyumbat peluang kebocoran unsur hara. Perjalanan suksesi hutan menuju
klimaks, pada hakekatnya merupakan proses pembangunan ekosistem. Pada saat
suksesi mencapai klimaks, ekosistem yang dibentuknya berada dalam keadaan
kondisi yang paling baik. Tanaman yang berkembang pada kondisi ini didukung
oleh lingkungan tumbuh yang paling optimal. Dehutanisasi yang diikuti oleh
konversi hutan menjadi berbagai macam fungsi, betapun mulianya tujuan program
ini, secara ekologi pada hakekatnya memundurkan perjalanan suksesi dari kondisi
klimaksnya. Merubah watak siklus hara yang ketat dan tertutup menjadi longgar
dan terbuka akan memberikan peluang lebar terhadap proses kebocoran hara
mineral.
Jordan (1985) menyatakan bahwa, hasil fotosintesa hutan
tropis lebih banyak di simpan di daun, sedangkan tanaman hutan temperate lebih
banyak disimpan di kayu. Dengan demikian, walaupun produk bersih tanaman (net
primary productivity) hutan tropis lebih besar, namun lebih disebabkan oleh
banyaknya produksi daun. Banyaknya produksi daun menyebabkan sebagian besar
unsur hara yang ada di dalam hutan tropika basah tersimpan pada biomas tanaman
dan bukan pada tanah hutan sebagaimana pada hutan temperate, dimana sebagian
besar unsur haranya tersimpan di tanah dan lantai hutan. Hal ini dikarenakan
adanya proses pembentukan unsur hara yang terjadi secara berkala melalui proses
pengguruan daun. Oleh karena itu dehutanisasi hutan tropika basah berakibat
kemerosotan hara tanah secara drastis dibandingkan dengan proses dehutanisasi daerah
temperate (nontropis).
Blue Titanium Dart 3D Plated Plated Iron T-Shirt
BalasHapusShop Blue Titanium Dart titanium curling iron 3D apple watch 6 titanium Plated Iron T-Shirt at Titanium-Arts.com. Get great deals on Blue Titanium Dart titanium tent stakes 3D Plated sugarboo extra long digital titanium styler Iron T-Shirt and other teknobonations titanium hammer at the Rating: 4.9 · 8 reviews · $29.50 · In stock